Monday, May 9, 2016

Vintage + Rustic = ❤️

Akhirnya saya muncul lagi di Kembang Gula! Seperti biasa, kalau tiba-tiba muncul, biasanya belum ada tutorial atau apa pun, baru perkenalan (kembali) saja. Hehe.

Kemarin-kemarin ini saya memang bersentuhan dengan DIY lagi. Ada beberapa 'produk' kalung dan gelang yang iseng saya buat, juga camilan manis kalau sedang pulang ke rumah. Apalagi sekarang adik perempuan saya sudah berkuliah di Manajemen Industri Katering (baca: tukang masak yang diajarkan cara berjualan). Urusan dessert men-dessert jadi lebih banyak referensinya :D

Oke, sekarang saya akan cuap-cuap saja dan sedikit berbagi tentang kesukaan saya baru-baru ini (atau sudah lama tapi bangkit lagi, lebih tepatnya) terhadap vintage and rustic stuff.

"Back in my days, people are playing outside..."

For me, vintage is timeless and endless. Kecintaan saya terhadap sesuatu yang berbau masa lalu (bukan mantan) ini banyak dipengaruhi oleh Bude dan rumah Nenek saya yang berada di KPAD Bandung. Saat saya beranjak remaja, badan saya dan Bude seukuran sehingga beliau sering menghibahkan koleksi bajunya ke saya, yang memang berpotongan 'hits' pada masanya. Ditambah saya tinggal selama empat tahun di rumah Nenek, saya jadi makin nyaman dengan suasana jadul dan segala pernak-perniknya.

Salah satu yang akhir-akhir ini menjadi tren adalah rustic. Terutama untuk pernikahan dan dekorasi rumah. Peralatan yang terkesan 'karatan' selalu membawa aura artistik seolah tak lekang waktu. Gurat-gurat kayu juga mengesankan kekokohan, dan benda-benda berkayu kuat memang sering saya temui di rumah Nenek (termasuk lemari baju saya yang ditempeli stiker dari tahun 70an. Saya akan sertakan fotonya jika sempat, ya!). Belum lagi suasana taman bunga yang asri, dibiarkan tumbuh liar tapi tetap menawan. Ini juga mengingatkan saya akan tanaman mawar hutan di depan rumah Nenek dan motif bunga mawar di black sheer outer kepunyaan Bude yang diturunkan ke saya.

Woods, roses, and all that!

Lalu, mengapa saya menuliskan topik ini? Seiring kepo saya pada keterbaruan soal rustic, ternyata tidak hanya sebatas perabot kayu bergurat dan kartu pos Eiffel. Desain--terutama desain grafis--mengadopsi gaya ini dalam bentuk handwriting font, warna yang bersih dan lembut, juga tipografi dinamis. Saya menemukan diri saya jatuh hati pada kesederhanaannya, dan betapa mixed media adalah sesuatu yang lucu dipandang. Paduan huruf blok dan huruf sambung, simbol-simbol taman, warna pastel... tidak heran jika cocok dipadankan dengan wedding. Kelihatan sophisticated.

SAYANGNYA... (nggak usah pakai huruf besar juga, kali) tampilan rustic boleh saja ndeso, tapi bagaimana jika diterapkan di Indonesia? Contohlah untuk wedding, yang notabene kita sendiri sudah punya 'patokan' dan kekhasannya, seperti janur, makan prasmanan, musik dangdut (tidak semua, sih), atau upacara adat. Jika saya melihat ada yang menggelar pesta pernikahan bertema rustic, saya sudah ngeri membayangkan budget-nya, karena detailnya banyak dan kurang umum di Indonesia! Sebuah mason jar (versi gelasnya, beli di Brigif saat Minggu pagi) itu bisa seharga Rp 12.500. Dan untuk membuat sebuah ruang resepsi berhiaskan mason jar dengan bunga potong di dalamnya bisa membutuhkan lebih dari 10. And at this point, I wonder if I can replace it with botol sirup Tjampolay.

Coba kita ganti dengan Tjampolay yang juga vintage

(kecuali saya menikah dengan miliarder)

But let's face the truth. Ingin dekor rustic, tapi budget terbatas. Lantas apa yang dilakukan jika ada yang terbatas? DIY! Yap, akhirnya saya teruskan kepo saya pada barang-barang rustic vintage dengan kata kunci 'DIY' di depannya. Untungnya, kita--saya--tidak sendirian. Banyaaaak sekali situs yang memberikan informasi soal DIY wedding, terutama yang rustic, dan itu tidak terbatas pada perhiasan saja namun perencanaan keuangan juga atau tips untuk menghemat. Dan memang tidak semua bisa kita DIY (bayangkan masak untuk 200 orang dalam semalam!), dan memilah-milah seperti itu jadi tahap penting untuk merencanakan sebuah event dengan tema rustic DIY (atau apa pun, sebetulnya).

See? DIY-able banget kan, kartu undangan ini?

Inginnya sih, saya aktif lagi di sini dan mem-posting apa yang saya temukan soal DIY vintage rustic ini. Jadi tulisan ini betul-betul permulaannya. Saya juga berharap apa yang saya tulis nanti bisa diterapkan di negeri kita (e.g. terjangkau, hasilnya memuaskan, bisa dibuat sendiri). Lalu, terinspirasi juga dari beberapa situs yang menyediakan free printable, mudah-mudahan bisa terlaksana di sini, ya! Apa yang printable? Kita lihat saja setelah ini, hehe.

Keburu lupa: sumber semua foto adalah Google, sedikit dari hasil kepo.

Oh ya, sekali lagi, terima kasih untuk yang sudah mampir ke sini dan meninggalkan komentarnya! Maaf kalau membalasnya cukup lama. Doakan saya agar bisa konsisten mengisi konten KG di sela-sela mengajar, menulis, dan mengurus dua blog lain seperti di sini dan ini. Have a wonderful day!

No comments:

Post a Comment